Kaitan Antara Kecemasan dan Peningkatan Risiko Gula Darah Tinggi Seketika
Banyak orang menyadari bahwa pola makan dan kurangnya olahraga adalah penyebab utama gula darah tinggi, namun seringkali mengabaikan peran krusial kesehatan mental. Terdapat Kaitan Antara Kecemasan yang intens dan peningkatan kadar gula darah seketika, baik pada penderita diabetes maupun individu sehat. Kondisi stres dan kecemasan memicu respons fisiologis dalam tubuh yang dirancang untuk bertahan hidup, yang sayangnya, melibatkan mekanisme yang secara langsung mengacaukan regulasi glukosa. Memahami Kaitan Antara Kecemasan dan gula darah ini adalah kunci untuk manajemen diabetes yang lebih holistik dan pencegahan lonjakan gula darah yang tidak terduga.
Mekanisme biologis yang menjelaskan Kaitan Antara Kecemasan dan gula darah tinggi dikenal sebagai respons fight-or-flight (lawan atau lari). Ketika seseorang mengalami kecemasan mendadak (misalnya, panik, ketakutan, atau stres berat), sistem saraf simpatik langsung aktif. Hal ini memicu pelepasan hormon stres utama, yaitu kortisol dan adrenalin (epinefrin), dari kelenjar adrenal. Hormon-hormon ini berfungsi mempersiapkan tubuh untuk aksi fisik:
- Glukoneogenesis: Kortisol memberi sinyal pada hati untuk memproduksi dan melepaskan glukosa dalam jumlah besar ke dalam aliran darah, sebuah proses yang disebut glukoneogenesis. Tujuannya adalah menyediakan “bahan bakar cepat” agar otot dapat bergerak dan merespons ancaman.
- Resistensi Insulin Sementara: Adrenalin dapat menyebabkan sel-sel tubuh untuk sementara waktu menjadi kurang sensitif terhadap insulin. Akibatnya, glukosa yang sudah membanjiri darah tidak dapat masuk ke dalam sel secara efisien, sehingga menumpuk dan menyebabkan peningkatan gula darah yang drastis.
Lonjakan gula darah yang diakibatkan oleh kecemasan ini bersifat sementara namun signifikan, dan jika kecemasan bersifat kronis, efeknya dapat merusak. Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) mencatat bahwa pada pasien diabetes, stres emosional berat dapat meningkatkan gula darah hingga 50 mg/dL dalam waktu 30 menit. Oleh karena itu, bagi pasien diabetes, manajemen stres harus dianggap sama pentingnya dengan manajemen diet dan obat-obatan. Pusat Kesehatan Mental dan Psikologi merekomendasikan penderita diabetes untuk melakukan teknik mindfulness atau pernapasan dalam setiap hari Jumat pukul 16.00 WIB sebagai bagian dari terapi non-farmakologis. Strategi ini membantu menenangkan sistem saraf simpatik dan menstabilkan pelepasan hormon stres, yang pada akhirnya membantu mengontrol fluktuasi gula darah.
